Forum Sesi 4
Konflik
Layanan Transportasi Berbasis Aplikasi
Solusi mengatasi polemik taksi online versus taksi konvensional bukan
dengan cara melarang atau menutup layanan taksi online. Seharusnya, hadirnya
taksi online seperti Uber, Grab Car,
atau Ojek Online harus dilihat secara
substansif. Mengapa keberadaan moda angkutan itu disukai kehadirannya oleh
masyarakat?
Penyelesaian yang dilakukan pemerintah
menginginkan pendekatan yang sangat formalistik dan normatif dengan merujuk
berbagai regulasi yang ada. Menteri Perhubungan pada saat itu, mengirim surat
kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang berisi
permintaan pemblokiran aplikasi Uber dan Grab di Indonesia.
Sangat disayangkan jika keputusan
pemerintah menutup transportasi online. Apalagi faktanya masyarakat senang
dengan Uber dan Grab karena lebih banyak pilihan dan relatif lebih murah.
Ini juga membantu pemerintah menyediakan
angkutan publik lebih banyak. Banyak masyarakat beralih dari mobil pribadi ke
Uber dan Grab. Mengapa? karena akses mendapatkan taksinya lebih mudah dan
murah.
Dengan perkembangan demikian, seharusnya
pemerintah mengkaji aturan yang ada sehingga sesuai dengan perkembangan
teknologi dan zaman. Jangan selalu regulatif, juklak, juknis, tetapi juga
berpikir out of the box. Kalau aturan
justru merugikan dan ternyata memberatkan masyarakat, aturannya perlu diubah.
Saya yakin mematikan Uber dan Grab akan
melahirkan protes dan gerakan dari masyarakat yang akan membuat petisi dan
sebagainya. Di beberapa negara sudah melegalisasi adanya taxi online, walaupun juga ada yang
melarangnya.
Situasi sekarang bisa saja taksi terlalu
mahal atau terbatas pada jam-jam sibuk sehingga perlu ada tambahan moda
angkutan umum tersebut, Uber serta Grab merupakan salah satu pilihan, jadi
jangan dimatikan.
No comments:
Post a Comment