Oleh: Usep Saefuddin, S.Pd.
Definisi Pembelajaran Bermakna (Meaningful Learning)
Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Ausubel dan Robinson dalam Sukmadinata (2003: 188) memberikan batasan antara belajar bermakna (meaningful learning) dengan belajar menghafal (rote learning). Dalam belajar bermakna ada dua hal penting, ”pertama bahan yang dipelajari, dan yang kedua adalah struktur kognitif yang ada pada individu”. Yang dimaksud dengan struktur kognitif adalah jumlah, kualitas, kejelasan dan pengorganisasian dari pengetahuan yang sekarang dikuasai oleh individu. Dalam belajar menghafal, siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.
Implikasi pembelajaran bermakna adalah terjadinya konflik kognitif. Karli dan Sriyuliariatiningsih (2004: 3) mengungkapkan bahwa, ”konflik kognitif terjadi saat interaksi antara konsepsi awal yang telah dimiliki siswa dengan fenomena baru yang dapat diintegrasikan begitu saja”, sehingga diperlukan perubahan atau modifikasi stuktur kognitif (skemata) untuk mencapai keseimbangan. Peristiwa ini akan terjadi secara berkelanjutan selama siswa menerima pengetahuan baru.
Terjadinya proses modifikasi stuktur kognitif dapat dilihat pada bagan di bawah ini :
Bagan 1.1
Skema perolehan Pengetahuan–Stanoboridge
(Karli dan Sriyuliariatiningsih, 2004: 3)
Pembelajaran bermakna sebagai hasil dari peristiwa mengajar, ditandai dengan hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Agar tercipta belajar bermakna, aspek-aspek yang dikembangkan meliputi:
a. Bahan baru yang dipelajari harus bermakna yakni istilah yang mempunyai makna, konsep-konsep yang bermakna, atau hubungan antara dua hal atau lebih yang punya makna.
b. Bahan pelajaran baru hendaknya dihubungkan dengan struktur kognitifnya secara substansial dan dengan beraturan (Sukmadinata, 2003: 188).
Substansial berarti bahan yang dihubungkan sejenis atau sama substansinya dengan yang ada pada struktur kognitif. Beraturan berarti mengikuti aturan yang sesuai dengan sifat bahan tersebut.
Dalam proses belajar bermakna tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta belaka tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pengalaman yang utuh sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan.
Ausubel dalam Yusuf, dkk (1993: 49) mengungkapkan bahwa, ”belajar bermakna adalah pengkombinasian materi baru dengan materi yang telah diketahui dalam suatu struktur kognitif”. Konsep yang sekaligus telah memiliki kadar kebermaknaan logis dan psikologis adalah konsep yang telah memiliki kadar belajar bermakna. Dengan perkataan lain, bahan yang telah memiliki kadar kebermaknaan logis dan psikologis dapat membawa ke arah terjelmanya belajar bermakna. Agar belajar bermakna terwujud diperlukan tiga buah kondisi sebagai berikut: a) individu yang belajar perlu memiliki kesiapan untuk belajar bermakna, yaitu harus mencoba menghubungkan materi baru yang dipelajarinya dengan konsep yang telah diketahuinya dengan cara yang tidak verbalistis, b) materi baru yang dipelajari harus memiliki kadar kebermaknaan logis, c) individu harus sudah mengetahui ide, konsep atau prinsip yang mencakup materi baru.
Manakala ketiga kondisi di atas ditemukan, kebermaknaan psikologis dapat terjelma, yang tidak lain merupakan produk dari suatu proses belajar bermakna. Untuk keperluan ini, guru hendaknya mengusahakan langkah-langkah sebagai berikut: a) memperkuat secara positif terjelmanya kesiapan belajar bermakna (meaningful learning set) pada diri siswa dan menjauhkan terjadinya belajar verbalistis, b) mengambil langkah-langkah untuk mengurangi terjadinya kesiapan belajar (rote learning set), c) memastikan adakah pribadi siswa telah mengetahui konsep-konsep dasar yang diperlukan sebagai persyaratan untuk mempelajari materi baru, d) menghubungkan pengetahuan siswa yang terdahulu dengan materi baru, lalu hubungannya diperkuat, e) memberikan advance organizer yang akan mampu mempermudah mempelajari bahan baru.
Dalam pembelajaran bermakna, belajar verbal (verbal learning) perlu didukung oleh bahan pengait yang disebut advance organizer. Bahan pengait adalah materi yang memiliki hubungan erat dengan apa yang akan dipelajari siswa atau apa yang disajikan guru. Materi yang dimaksud, lebih umum dan lebih abstrak ditinjau dari materi yang akan dipelajari siswa, namun konsepnya telah cukup dipahami siswa sebelumnya. Advance organizer ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk menstrukturkan, mengorganisasikan, dan menyimpan pengetahuan yang baru diperolehnya dari gurunya.
Advance organizer tidaklah berisi informasi yang sama dengan materi yang akan diajarkan guru, tetapi justru mencakupnya secara umum, dan merupakan perantara antara yang sudah diketahui dengan yang akan dipelajari. Dalam arti lain, materi baru dikaitkan dan diorganisasikan serta distrukturkan ke dalam struktur kognitif pribadi individu dengan mempergunakan advance organizer ini. Secara inilah bahan baru perlu disajikan kepada siswa. Pengaitan bahan yang telah dipahami siswa ini disebut teori subsumption atau teori pengaitan.
Uraian kebermaknaan belajar di atas secara implisit merujuk pula proses belajar yang dialami siswa. Dua kutub proses belajar yang tampak seakan-akan berlawanan, bila ditinjau dari keaktifan siswa, pada dasarnya masing-masing memiliki kadar kebermaknaan dalam hal ini, keaktifan siswa dalam belajar seyogianya tidak hanya dimaknai secara fisik, melainkan keaktifan yang melibatkan fisik, mental, intelektual dan emosional siswa guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara matra (domain) kognitif, afektif dan psikomotorik.
Adapun dua kutub proses belajar yang menunjukan kadar kebermaknaan dan keaktifan yang dimaksud, adalah: a) proses belajar yang bermakna di satu pihak dengan proses belajar menghafalkan, di pihak lain dan b) proses belajar dengan menerima pada satu sisi, dengan proses belajar melalui penemuan mandiri, pada sisi lain.
Bagan 1.2
Kadar Kebermaknaan Proses Belajar Siswa
Bagan di atas menunjukan, bahwa kebermaknaan dan kemandirian belajar merupakan faktor yang menentukan variasi cara dan keberhasilan belajar siswa.
Dari beberapa penjelasan definisi pembelajaran bermakna di atas, agar terjadi belajar bermakna guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan. Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan guru.
Referensi:
Karli, H dan Sriyuliaratnaningsih. (2004). Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosdakarya.
Sukmadinata, N.S. (2003). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yusuf dkk. (1993). Konsep Dasar dan Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: Andira
Semoga Bermanfaat
ReplyDeletesangat bermanfaat, terimakasih
ReplyDelete