"Kebanyakan orang
mengatakan bahwa kecerdasanlah yang melahirkan seorang ilmuwan besar tetapi
ternyata mereka salah, yang betul karakterlah yang melahirkan ilmuwan jenius
dan sukses."(Albert Einstein)
Hampir semua orang tua dan guru di negeri bebek
mendefinisikan kecerdasan peserta didik sebagai superhero. Layaknya
Avengers, menurut pandangannya,
peserta didik yang jenius adalah peserta didik yang mampu tampil sebagai jagoan
dalam aspek pengetahuan yang diujikan di sekolah. Pengertian cerdas dimaknai ketika peserta didik mendapatkan nilai
sangat baik untuk setiap mata pelajaran. Peserta didik dikatakan pandai, ketika
mereka meraih posisi ranking atau bintang di kelasnya. Peserta didik yang
pintar, didasarkan atas banyaknya hafalan terhadap fakta-fakta dan konsep.
Prosedur penilaian, seleksi dan penempatan peserta didik di negeri bebek,
umumnya ditentukan dengan memberikan tanda silang pada pilihan ganda ABCD di
depan jawaban yang paling benar.
Berbeda dengan negeri garuda, memaknai kecerdasan
peserta didik sebagai kontribusi nyata, inkuiri terhadap pemecahan masalah yang
dihadapi bangsa melalui karya di bidangnya masing-masing. Guru dan orang tua
memandang kecerdasan peserta didik sebagai multiple
intellegence (kecerdasan yang majemuk), artinya setiap siswa memiliki
potensinya masing-masing sesuai dengan kecerdasan yang berkembang optimal dalam
dirinya, seperti yang diungkapkan oleh Howard Gardner, meliputi: a) logika
matematika, b) linguistic (berbahasa), c) spatial (menggambar dan keruangan), d) musical (musik), e) kinesthetic (gerak), f) interpersonal
(bergaul), g) intrapersonal (kekuatan
diri), h) naturalis (pemahaman terhadap gejala alam). Seseorang dikatakan
cerdas apabila mampu berpikir dan bertindak menciptakan sesuatu yang mereka sukai dan belum pernah diciptakan orang lain. Penilaian
terhadap kecerdasan di negeri Garuda dilakukan secara autentik, tidak hanya
mengukur seberapa hebatnya seorang superhero
menjawab pertanyaan tes dengan benar, tetapi juga mengamati perkembangan dan
merekam prosesnya.
Jika kita menelaah kembali ungkapan Alber Einstein
di awal, begitu esensialnya karakter dalam upaya berkembangnya potensi peserta
didik. Logika sederhananya adalah anak yang pintar belum tentu berkarakter, sebaliknya
anak yang berkarakter akan melahirkan kepintaran. Karakter jujur, tekun, kerja
keras, pantang menyerah dan inovatif tentu saja mendorong peserta didik untuk
senantiasa mengembangkan diri, meningkatkan kualitas personal (diri sendiri) maupun komunal
(berkelompok). Dengan berkembangnya karakter-karakter baik tersebut, muaranya akan meningkatkan kecerdasan peserta
didik.
Tahun ini merupakan tonggak awal sejarah program
pendidikan penguatan karakter (PPK). Gerakan ini dilakukan untuk memperkuat
karakter siswa melalui harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetik), olah
pikir (literasi), dan olahraga (kinestetik). Selain dalam program PPK itu
sendiri, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan senantiasa melakukan propaganda dengan muatan PPK dalam setiap program pendidikan dan pelatihan, misalnya pada pelatihan Kurikulum
2013 dan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Dalam muatan PPK tersebut dirumuskannya lima
karakter utama, yaitu: a) religius, b) nasionalis, c) mandiri, d) gotong royong, dan e) integritas. Dari karakter
utama tersebut dijabarkan dalam sub-sub nilai yang lebih terukur dalam sebuah
perilaku.
Tafsiran sederhananya, pemerintah saat ini menginginkan
generasinya tidak hanya cerdas secara akademis melainkan juga baik secara
akhlak (berkarakter). Hal ini sejalan dengan Agenda Nawacita No. 8 yakni, "Penguatan revolusi karakter bangsa
melalui budi pekerti dan pembangunan karakter peserta didik sebagai bagian dari
revolusi mental". Dengan penguatan ini diharapkan dapat melahirkan
generasi emas yang bertaqwa, nasionalis, tangguh, mandiri dan memiliki
keunggulan bersaing secara global, sesuai dengan tuntutan keterampilan abad 21
yakni kualitas karakter, literasi dasar dan kompetensi
4C (critical thinking, creativity,
communication and collaboration). Kekuatan karakter juga merupakan pondasi pembangunan bangsa dari aspek
pembangunan sumber daya manusia. Dari bekal tersebut, peserta didik akan siap dalam menghadapi berbagai permasalahan
degradasi moral, etika dan budi pekerti.
Gambar 1Menumbuhkan Karakter Percaya Diri
Sumber Foto: Dokumen Penulis
Ironisnya, di negeri bebek lebih memilih gengsi
nilai tinggi sebagai superhero dengan
menomorduakan karakter. Muncul kecurangan saat USBN atau USM di beberapa daerah, dari mulai kunci jawaban yang viral tersebar
sampai dengan bantuan guru untuk mengupgrade
nilai, demi meloloskan peserta didik masuk sekolah favorit. Mereka seolah
apriori terhadap kampanye "saya mengerjakan ujian dengan jujur",
sebuah pernyataan wajib yang harus ditulis peserta didik pada lembar jawaban
komputer sebagai bagian penanaman
karakter. Ketika sebagian besar peserta didik tidak dapat
masuk ke sekolah yang diinginkan pertaruhannya adalah harga diri sekolah, sebaliknya ketika peserta
didiknya mampu masuk ke sekolah yang dituju, meskipun dengan cara "tidak
jujur", citranya adalah prestasi sekolah.
Adapun dalam praktik pendidikan di negeri garuda,
karakter peserta didik lebih utama dibandingkan prestasi akademis semu semata.
Bagi mereka membentuk peserta didik berintegritas lebih utama daripada
kuantitas lulusan peserta didik yang diterima di sekolah-sekolah favorit dari
hasil kecurangan. Mereka optimis dengan karakter baik dan mental kuat, yang akan mengantarkan peserta didik menuju
kesuksesan hidup yang nyata. Mereka mengajarkan bagaimana membangun kerja sama,
menumbuhkan kepemimpinan dan kemandirian, berpikir positif, senantiasa
bersyukur dan meyakini akan kuasa Tuhan Yang Maha Esa.
Dari uraian di atas, bahwasannya
hakikat kecerdasan peserta didik itu majemuk,
bergantung potensi yang dimiliki. Tugas guru
sesungguhnya adalah menanamkan karakter baik dan kuat, sehingga berkembangnya
potensi secara optimal. Dengan tindakan tersebut, diharapkan akan melahirkan
generasi terbaik, berkarakter, berbudaya dengan pemahaman
interkultural demi masa depan Indonesia yang cemerlang, aman
dan damai.
No comments:
Post a Comment