Friday, September 25, 2015

Nilai-nilai Pendidikan dalam Ibadah Qurban



Allah sama sekali tidak perlu apapun dari makhluk-Nya, semua perintah-Nya hanya untuk kebaikan kita, agar kita bahagia dunia akhirat.
(Abdullah Gymnastiar)

Aktivitas ibadah bukanlah sesuatu yang bebas nilai, bukan pula aktivitas ritual yang liar. Sejalan dengan konsep tauhid, ibadah ritual memiliki nilai-nilai kebaikan yang luhur, jika kita berangkat dari upaya mengharap keridhaan illahi. Begitu pun ibadah qurban secara filosofis maupun implementasi memiliki makna dan nilai-nilai pendidikan yang dapat dijadikan teladan dan prinsip hidup dalam aktivitas sehari-hari.
Setidaknya ada beberapa hal yang menjadi nilai-nilai pendidikan dalam ibadah qurban, antara lain: 1) Upaya mendekatkan diri kepada Allah, 2) Pengujian kualitas keimanan, 3) Berorientasi pada sesuatu yang terbaik dan 4) Semangat berbagi dengan sesama terutama fakir miskin.
Qurban di Sekolah
Foto: http://www.garutkab.go.id/galleries/news/SDC14178%28SMP_Kadungora%29.jpg
Upaya Mendekatkan Diri Kepada Allah
Secara terminologi ibadah qurban merupakan udhiyah yaitu ibadah yang dilakukan pada waktu dhuha dalam upaya taqqarub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah). Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Al Kautsar ayat 2:
Maka dirikanlah shalat kepada Allah (Tuhanmu) dan berkorbanlah”.
Sabda Rasulullah SAW
Barang siapa yang mempunyai keluasan rizki, lalu tidak berkorban, maka janganlah mendekati tempat sholat kami” (HR Ibnu Majah).
Hakikat qurban adalah mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah qurban dilakukan pada bulan Dzulhijah, pada hari raya Idul Adha dan hari Tasyrik (11,12,13 Dzulhijah), sebagai jalan menuju pribadi yang ikhlas. Pelaksanaan ibadah qurban diharapkan dapat meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan ibadah qurban diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan, menambah semangat bekerja dan beribadah.
Pengujian Kualitas Keimanan
Secara historis, ibadah qurban diawali oleh pengujian kualitas keimanan Nabi Ibrahim As. Waktu itu, beliau memanjatkan doa, harapan dan keinginan untuk memiliki keturunan, doa tersebut dikabulkan oleh Allah SWT dengan dikaruniainya putra yakni Nabi Ismail As. Ketika Ismail beranjak besar, melalui mimpi Nabi Ibrahim As, Allah menyuruhnya untuk menyembelih putranya Nabi Ismail As sebagai persembahan qurban. Walaupun pada akhirnya diganti dengan qibas (sejenis kambing).
Implementasinya dalam aktivitas kehidupan saat ini, kita hendaknya senantiasa bersyukur atas karunia dan rezeki yang kita dapatkan seperti keturunan, harta, kecerdasan dan bentuk kenikmatan lainnya yang kita miliki. Sebagai bentuk rasa syukur kita atas kemampuan yang kita punya, hendaklah kita berqurban, karena dengan ibadah qurban ini senantiasa meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT.
Seseorang yang mengucapkan beriman kepada Allah SWT tidak serta merta dibiarkan begitu saja, melainkan diuji kembali dengan berbagai ujian dan peristiwa. Dengan ujian, musibah, malapetaka tersebut membedakan orang yang sungguh-sungguh beriman atau hanya berkata dusta belaka. Seseorang dengan kadar keimanan yang tinggi, akan mendapatkan ujian dan cobaan yang tinggi pula. Seseorang yang mampu melewati suatu cobaan dan ujian akan menghadapi ujian-ujian lainnya yang menghendaki perlakuan dengan tingkat kualitas keimanan yang lebih tinggi.
Firman Allah SWT dalam QS Al Ankabut ayat 2 dan 3 diungkapkan bahwa, “Apakah manusia mengira, bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:”Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji?Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, sehingga Allah mengetahui orang-orang yang benar dan pendusta.”
Ada sebuah cerita tentang dua rumah yang bertetangga. Rumah pertama besar dan luas, rumah yang kedua sederhana. Pada suatu hari, terjadi perampokan di kampung tersebut, anehnya rumah kedua yang sederhana menjadi korbannya. Sedangkan rumah pertama yang luas, tidak terjadi apa-apa. Setelah penelusuran lebih lanjut, ternyata meskipun sederhana, rumah tersebut penuh dengan harta, emas dan berlian. Sedangkan rumah pertama, meskipun besar, tidak memiliki harta yang sangat berharga.
Dari cerita di atas, dapat diambil hikmah, bahwasannya seseorang dengan kadar keimanan yang kuat, tinggi, teguh akan senantiasa diberikan ujian-ujian kehidupan, baik berupa ujian kesenangan yang melupakan diri atau pun ujian kesengsaraan harta, penyakit, fitnah yang buruk, cacian dan makian dari orang-orang sekitar. Untuk itu, berbahagialah orang-orang yang senantiasa mengalami ujian dan cobaan hidup, karena Allah SWT sayang, peduli, perhatian terhadap makhluk-Nya. Tugas kita hanyalah menyikapi dan mengatasi ujian tersebut dengan sikap dan solusi terbaik yang diridhai Allah SWT.
Berorientasi pada Sesuatu yang Terbaik
Secara syariah, ibadah qurban memiliki beberapa ketentuan. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam pemilihan hewan qurban, antara lain: 1) bahimatul an’am (hewan ternak), 2) memenuhi usia yang telah ditetapkan, dan 3) bebas dari aib dan cacat. Syarat pertama, mengindikasikan bahwasannya hewan qurban merupakan hewan ternak tertentu seperti domba, kambing, sapi, dan unta. Syarat kedua mengindikasikan bahwasannya hewan qurban harus senantiasa mussinah atau tsanniyah, yaitu suatu periode hewan yang mengalami tanggal gigi serinya. Sehingga dapat memenuhi usia minimal yang ditetapkan, meliputi: 1) domba minimal berusia 6 bulan, 2) kambing minimal berusia 1 tahun, 3) sapi minimal berusia 2 tahun, dan 4) unta minimal berusia 5 tahun. Syarat ketiga tidak kalah pentingnya adalah bebas dari aib atau cacat, dengan kata lain sehat jasmani dan rohani. Sehat jasmani artinya hewan qurban bebas dari cacat, sehat rohani artinya tidak mengalami sengketa, bukan hasil mencuri dan sebagainya.
Fenomena tersebut menjadi hikmah buat kita, bahwasannya segala sesuatu kebaikan dengan aktivitas yang memiliki nilai luhur, harus berorientasi pada perencanaan, proses dan hasil yang terbaik pula. Suatu produk yang berkualitas dihasilkan dari bahan dan proses yang berkualitas pula. Begitu pun dengan nilai ibadah yang berkualitas dihasilkan dari niat yang baik, proses dan cara yang baik pula. Segala sesuatu harus totalitas, itqan, melakukan dengan kesungguhan, mengerahkan segala kemampuan secara maksimal.
Semangat Berbagi dengan Sesama (Fakir Miskin)
Khairunnas anfa uhum linnas”(sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain). Kehidupan manusia tidak terlepas dari hubungannya secara vertikal dengan Allah, dan horizontal dengan manusia. Dalam konteks manusia sebagai makhluk sosial, ibadah qurban memiliki nilai-nilai sosial. Dalam ibadah qurban, dapat memupuk semangat berbagi dengan sesama, karena dari hewan qurban yang disembelih, sebagian besar atau dua pertiganya harus dibagikan kepada orang lain terutama fakir miskin di sekitar kita.
Hikmah sosial pada ibadah qurban, dalam berbagi dengan sesama hendaknya kualitas yang ditunjukan adalah memberikan sesuatu yang terbaik, yang paling kita cintai. Bukan semata-mata memberikan sesuatu karena sisa pakai atau kita tidak suka dengan benda tersebut. Itulah sebabnya hewan qurban, harus dengan kondisi yang baik.
Demikianlah nilai-nilai yang dapat dijadikan hikmah atau pendidikan dari pelaksanaan ibadah qurban. Mudah-mudahan bermanfaat bagi kita…

No comments:

Post a Comment

 

www.guraru.org

Guru Berbagi

Blogroll

Usep Saefuddin

Email :Saefuddin.usep1708@gmail.com