“Allah sama sekali tidak perlu apapun dari
makhluk-Nya, semua perintah-Nya hanya untuk kebaikan kita, agar kita bahagia
dunia akhirat”.
(Abdullah Gymnastiar)
Aktivitas ibadah bukanlah sesuatu yang bebas nilai, bukan pula aktivitas
ritual yang liar. Sejalan dengan konsep tauhid, ibadah ritual memiliki
nilai-nilai kebaikan yang luhur, jika kita berangkat dari upaya mengharap
keridhaan illahi. Begitu pun ibadah qurban secara filosofis maupun implementasi
memiliki makna dan nilai-nilai pendidikan yang dapat dijadikan teladan dan
prinsip hidup dalam aktivitas sehari-hari.
Setidaknya ada beberapa hal
yang menjadi nilai-nilai pendidikan dalam ibadah qurban, antara lain: 1) Upaya
mendekatkan diri kepada Allah, 2) Pengujian kualitas keimanan, 3) Berorientasi
pada sesuatu yang terbaik dan 4) Semangat berbagi dengan sesama terutama fakir
miskin.
Qurban di Sekolah
Foto: http://www.garutkab.go.id/galleries/news/SDC14178%28SMP_Kadungora%29.jpg
Upaya Mendekatkan Diri Kepada
Allah
Secara terminologi ibadah qurban merupakan udhiyah yaitu ibadah yang dilakukan pada waktu dhuha dalam upaya taqqarub ilallah (mendekatkan diri
kepada Allah). Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Al Kautsar ayat 2:
“Maka dirikanlah shalat kepada
Allah (Tuhanmu) dan berkorbanlah”.
Sabda Rasulullah SAW
“Barang siapa yang mempunyai
keluasan rizki, lalu tidak berkorban, maka janganlah mendekati tempat sholat
kami” (HR Ibnu Majah).
Hakikat qurban adalah mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah qurban
dilakukan pada bulan Dzulhijah, pada hari raya Idul Adha dan hari Tasyrik (11,12,13
Dzulhijah), sebagai jalan menuju pribadi yang ikhlas. Pelaksanaan ibadah qurban
diharapkan dapat meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan menjalankan
segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan ibadah qurban
diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan, menambah semangat bekerja dan
beribadah.
Pengujian Kualitas Keimanan
Secara historis, ibadah qurban diawali oleh pengujian kualitas keimanan
Nabi Ibrahim As. Waktu itu, beliau memanjatkan doa, harapan dan keinginan untuk
memiliki keturunan, doa tersebut dikabulkan oleh Allah SWT dengan dikaruniainya
putra yakni Nabi Ismail As. Ketika Ismail beranjak besar, melalui mimpi Nabi
Ibrahim As, Allah menyuruhnya untuk menyembelih putranya Nabi Ismail As sebagai
persembahan qurban. Walaupun pada akhirnya diganti dengan qibas (sejenis
kambing).
Implementasinya dalam aktivitas kehidupan saat ini, kita hendaknya
senantiasa bersyukur atas karunia dan rezeki yang kita dapatkan seperti
keturunan, harta, kecerdasan dan bentuk kenikmatan lainnya yang kita miliki.
Sebagai bentuk rasa syukur kita atas kemampuan yang kita punya, hendaklah kita
berqurban, karena dengan ibadah qurban ini senantiasa meningkatkan kualitas
keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT.
Seseorang yang mengucapkan beriman kepada Allah SWT tidak serta merta
dibiarkan begitu saja, melainkan diuji kembali dengan berbagai ujian dan
peristiwa. Dengan ujian, musibah, malapetaka tersebut membedakan orang yang
sungguh-sungguh beriman atau hanya berkata dusta belaka. Seseorang dengan kadar
keimanan yang tinggi, akan mendapatkan ujian dan cobaan yang tinggi pula.
Seseorang yang mampu melewati suatu cobaan dan ujian akan menghadapi ujian-ujian
lainnya yang menghendaki perlakuan dengan tingkat kualitas keimanan yang lebih
tinggi.
Firman Allah SWT dalam QS Al Ankabut ayat 2 dan 3 diungkapkan bahwa, “Apakah manusia mengira, bahwa mereka
dibiarkan (saja) mengatakan:”Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji?Dan
sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, sehingga Allah
mengetahui orang-orang yang benar dan pendusta.”
Ada sebuah cerita tentang dua rumah yang bertetangga. Rumah pertama
besar dan luas, rumah yang kedua sederhana. Pada suatu hari, terjadi perampokan
di kampung tersebut, anehnya rumah kedua yang sederhana menjadi korbannya.
Sedangkan rumah pertama yang luas, tidak terjadi apa-apa. Setelah penelusuran
lebih lanjut, ternyata meskipun sederhana, rumah tersebut penuh dengan harta,
emas dan berlian. Sedangkan rumah pertama, meskipun besar, tidak memiliki harta
yang sangat berharga.
Dari cerita di atas, dapat diambil hikmah, bahwasannya seseorang dengan
kadar keimanan yang kuat, tinggi, teguh akan senantiasa diberikan ujian-ujian
kehidupan, baik berupa ujian kesenangan yang melupakan diri atau pun ujian
kesengsaraan harta, penyakit, fitnah yang buruk, cacian dan makian dari
orang-orang sekitar. Untuk itu, berbahagialah orang-orang yang senantiasa
mengalami ujian dan cobaan hidup, karena Allah SWT sayang, peduli, perhatian
terhadap makhluk-Nya. Tugas kita hanyalah menyikapi dan mengatasi ujian
tersebut dengan sikap dan solusi terbaik yang diridhai Allah SWT.
Berorientasi pada Sesuatu yang
Terbaik
Secara syariah, ibadah qurban memiliki beberapa ketentuan. Ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi dalam pemilihan hewan qurban, antara lain: 1) bahimatul an’am (hewan ternak), 2)
memenuhi usia yang telah ditetapkan, dan 3) bebas dari aib dan cacat. Syarat
pertama, mengindikasikan bahwasannya hewan qurban merupakan hewan ternak
tertentu seperti domba, kambing, sapi, dan unta. Syarat kedua mengindikasikan
bahwasannya hewan qurban harus senantiasa mussinah
atau tsanniyah, yaitu suatu periode
hewan yang mengalami tanggal gigi serinya. Sehingga dapat memenuhi usia minimal
yang ditetapkan, meliputi: 1) domba minimal berusia 6 bulan, 2) kambing minimal
berusia 1 tahun, 3) sapi minimal berusia 2 tahun, dan 4) unta minimal berusia 5
tahun. Syarat ketiga tidak kalah pentingnya adalah bebas dari aib atau cacat,
dengan kata lain sehat jasmani dan rohani. Sehat jasmani artinya hewan qurban
bebas dari cacat, sehat rohani artinya tidak mengalami sengketa, bukan hasil
mencuri dan sebagainya.
Fenomena tersebut menjadi hikmah buat kita, bahwasannya segala sesuatu
kebaikan dengan aktivitas yang memiliki nilai luhur, harus berorientasi pada
perencanaan, proses dan hasil yang terbaik pula. Suatu produk yang berkualitas
dihasilkan dari bahan dan proses yang berkualitas pula. Begitu pun dengan nilai
ibadah yang berkualitas dihasilkan dari niat yang baik, proses dan cara yang
baik pula. Segala sesuatu harus totalitas, itqan,
melakukan dengan kesungguhan, mengerahkan segala kemampuan secara maksimal.
Semangat Berbagi dengan Sesama
(Fakir Miskin)
“Khairunnas anfa uhum linnas”(sebaik-baik
manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain). Kehidupan manusia tidak
terlepas dari hubungannya secara vertikal dengan Allah, dan horizontal dengan
manusia. Dalam konteks manusia sebagai makhluk sosial, ibadah qurban memiliki
nilai-nilai sosial. Dalam ibadah qurban, dapat memupuk semangat berbagi dengan
sesama, karena dari hewan qurban yang disembelih, sebagian besar atau dua
pertiganya harus dibagikan kepada orang lain terutama fakir miskin di sekitar
kita.
Hikmah sosial pada ibadah qurban, dalam berbagi dengan sesama hendaknya
kualitas yang ditunjukan adalah memberikan sesuatu yang terbaik, yang paling
kita cintai. Bukan semata-mata memberikan sesuatu karena sisa pakai atau kita
tidak suka dengan benda tersebut. Itulah sebabnya hewan qurban, harus dengan
kondisi yang baik.
Demikianlah nilai-nilai yang dapat dijadikan hikmah atau pendidikan dari
pelaksanaan ibadah qurban. Mudah-mudahan bermanfaat bagi kita…
No comments:
Post a Comment