Sikap negatif seorang guru senantiasa menghantui dalam setiap pelaksanaan
aktivitas profesinya. Sikap negatif ini selalu membentuk karakter dan budaya
kerja yang buruk seperti sering datang terlambat, temperamen tinggi, cuek
terhadap perkembangan peserta didik dan lainnya. Sikap negatif ini yang membuat
guru melekat disebut kudis atau kurap.
Lalu apa itu kudis dan kurap?penyakit kulit menularkah?sebentar, dalam
konteks artikel ini bukan kudis atau kurap penyakit kulit. Guru kudis dan guru
kurap yang dimaksud pada tulisan ini adalah guru kurang disiplin (guru kudis)
dan guru kurang rapi (guru kurap).
Melaksanakan tugas sebagai seorang guru, akan senantiasa dituntut untuk menjaga
citra diri. Guru digugu dan ditiru. Namun, ternyata guru kuids dan kurap
memiliki sikap buruk yang merusak citra diri, antara lain:
- Suka mengeluh, banyak menuntut, egois
- Bekerja seenaknya, kepedulian kurang, gemar mencari kambing hitam
- Kerja serba tanggung, suka menunda-nunda, manipulatif
- Malas, disiplin buruk, dan stamina kerja rendah
- Pengabdian minim, sense of belonging tipis, gairah kerja kurang
- Terjebak rutinitas, menolak perubahan, kurang inisiatif, kurang kreatif
- Mutu pekerjaan rendah, bekerja asal-asalan, cepat merasa puas
- Jiwa melayani rendah, merasa diri sudah hebat, arogan dan sombong
Seorang guru yang kudis, dalam menghadapi suatu masalah, akan memiliki
sikap pecundang seperti berikut ini:
Melihat masalah di setiap
persoalan
Itu bisa dilakukan, tetapi sulit
Huh, sudah pagi lagi…pusing banyak
masalah
Dalam kesehariannya, guru negatif kurap dan kudis selalu mengeluh, ngedumel membicarakan masalah dalam
setiap persoalan. Tidak jarang, masalah yang hanya sepele pun menjadi suatu
masalah yang besar, baik di sekolah maupun lingkungan keluarganya. Ketika suatu
problematika menimpanya, tidak sedikit justru malah mencari kambing hitam,
menyalahkan orang lain atau kebijakan yang diterapkan. Orang lain atau sistem selalu
salah di matanya.
Guru kurap selalu menutupi kelemahannya dengan kesombongan-kesombongan
yang hanya manis di bibir. Menurutnya semua pekerjaan bisa dilakukan, hanya
sulit untuk diwujudkan. Setiap program sekolah direspon secara negatif. Mereka
meyakini bahwa program tersebut tidak akan pernah berhasil untuk dilakukan.
Guru kudis dan kurap takut untuk menghadapi kenyataan hidup, justru
sebaliknya bagaimana caranya lari dari berbagai masalah pembelajaran, peserta
didik atau pun permasalahan terkait kinerja dan sikap kerjanya. Ketika
menghadapi hari Senin, mukanya cemberut, seolah beban berat sudah menanti
kembali.
Guru dengan etos kerja 5 As pun memiliki paradoks atau pertentangan
sikap yang negatif, antara lain:
Kerja keras x Kerja
malas = Uhh, tugas lagi-tugas lagi,
kapan bisa tenang
Kerja cerdas x kerja
bodoh = Wah, sulit dilakukan, saya
tidak bisa
Kerja kualitas x Kerja
buruk = Ya, hanya seginilah yang
bisa saya lakukan
Kerja tuntas x Kerja
tunda = Sudah, sudah selesai,
tinggal ngprint kok
Kerja ikhlas x Kerja
dunia = Ah, saya mah kerja sesuai
gaji aja…
Hal lain yang terkadang tidak terasa kita lakukan adalah membicarakan keburukan
orang lain, baik disengaja maupun tidak disengaja. Padahal keburukan yang kita
bicarakan pada hakikatnya menampakan kebodohan kita. Seperti kata pepatah, “Orang bijak berbicara karena ada gagasan
yang perlu diutarakan. Orang bodoh berbicara karena ia merasa harus berbicara”
(Plato, filsuf Yunani, 427-437 SM). Diam itu merupakan emas, selama tidak ada
kebaikan yang akan diungkapkan. Sebaliknya diam juga akan menjadi malapetaka,
jika ada kebaikan yang tidak tersampaikan sebagai kemaslahatan bersama.
Untuk itu marilah kita hindari sikap negatif, kurang disiplin dan kurang rapi !
Semoga bermanfaat....
No comments:
Post a Comment